Kamis, 11 Juni 2015

Cara pembuatan wayang kulit

Pembelian kulit
Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit terdiri dari beberapa macam, yaitu kulit mentah dan kulit split. Kulit mentah adalah kulit yang langsung digunakan untuk proses pembuatan wayang kulit tanpa melalui proses kimiawi. Sedangkan kulit split adalah kulit yang sudah melalui proses kimiawi di pabrik. Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit biasanya berasal dari kulit kerbau, sapi, dan kambing. Sebagian besar kulit diperoleh dari daerah Magetan (Jawa Timur), Sukoharjo, Solo, Segoroyoso (Yogyakarta) dan Magelang
.
Pengolahan kulit
Direndam dengan air selama satu hari sampai lunak. Kemudian direntangkan atau dipentangkan dengan menggunakan tali dan pigura kayu yang kuat. Selanjutnya kulit tersebut dijemur di bawah terik matahari sampai benar-benar kering. Kulit yang sudah kering segera ditipiskan dengan cara dikerok. Bagian yang dikerok adalah bagian rambut (bagian luar) dan sisa-sisa daging yang masih melekat (bagian dalam). Kulit dikerok dengan menggunakan pisau atau pethel sedikit demi sedikit secara hati-hati. Kulit bagian dalam dikerok terlebih dahulu dan lebih banyak dikurangi agar diperoleh kulit yang berkualitas. Setelah itu, baru dilanjutkan pengerokan kulit bagian luar. Pengerokan kulit bagian luar hanya sedikit saja karena bila dilakukan pengurangan terlalu banyak maka kulit yang dihasilkan akan menjadi mudah patah bila dilipat. Bila perlu, pada bagian ini hanya dihilangkan rambut-rambutnya saja dan dibersihkan dengan air. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mempermudah pengerokan rambut pada kulit, seperti merendam kulit dengan air mendidih, dan dengan menggunakan air kapur sebelum dipentangkan. Torehan pisau pada proses pengerokan hanya dilakukan satu arah dari atas ke bawah. Setelah kulit ditipiskan, sisa-sisa kerokan dibersihkan dengan air dan bagian yang dikerok dihaluskan dengan amplas. Selanjutnya, dijemur di panas sinar matahari lagi hingga kering secara merata.
Gambar 1. Proses pengerokan kulit.
Gambar 2. Kulit hewan yang telah dikerok dan dikeringkan
Setelah kering, kulit dilapisi dengan warna dasar untuk menutup pori-pori kulit agar permukaannya rata. Kemudian mulai dibentuk sketsa di permukaan kulit. Setelah itu, tepi sketsa ditatah sehingga diperoleh bentuk dasar. Tahap selanjutnya adalah memperhalus tatahan dasar dan membuat kombinasi yang indah dalam terawangan cahaya. Setelah terbentuk wayang secara kasar, maka bagian muka dan detail lainnya di bagian sketsa dalam mulai ditatah. Proses ini sangat penting karena berpengaruh pada karakter wayang yang dihasilkan. Setelah melalui tahap ini, wayang yang dihasilkan tersebut dinamakan putihan karena belum diwarnai.
Gambar 3. Proses tatah kulit.
Putihan tersebut diwarnai dengan menggunakan pewarna sintetis, yaitu cat Sandy Colour, dan menggunakan perekat rakol (lem Fox). Setelah selesai dicat dan disempurnakan, wayang kulit diberi penyangga dengan menggunakan tanduk kerbau atau bambu.
Gambar 4. Proses pewarnaan wayang kulit (Sungging)
Sisa potongan kulit yang dinamakan dengan leresan umumnya dapat digunakan sebagai bahan rambak (krupuk kulit) dan sebagai dipupuk organik.


Pembelian kulit
Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit terdiri dari beberapa macam, yaitu kulit mentah dan kulit split. Kulit mentah adalah kulit yang langsung digunakan untuk proses pembuatan wayang kulit tanpa melalui proses kimiawi. Sedangkan kulit split adalah kulit yang sudah melalui proses kimiawi di pabrik. Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit biasanya berasal dari kulit kerbau, sapi, dan kambing. Sebagian besar kulit diperoleh dari daerah Magetan (Jawa Timur), Sukoharjo, Solo, Segoroyoso (Yogyakarta) dan Magelang.
Pengolahan kulit
Direndam dengan air selama satu hari sampai lunak. Kemudian direntangkan atau dipentangkan dengan menggunakan tali dan pigura kayu yang kuat. Selanjutnya kulit tersebut dijemur di bawah terik matahari sampai benar-benar kering. Kulit yang sudah kering segera ditipiskan dengan cara dikerok. Bagian yang dikerok adalah bagian rambut (bagian luar) dan sisa-sisa daging yang masih melekat (bagian dalam). Kulit dikerok dengan menggunakan pisau atau pethel sedikit demi sedikit secara hati-hati. Kulit bagian dalam dikerok terlebih dahulu dan lebih banyak dikurangi agar diperoleh kulit yang berkualitas. Setelah itu, baru dilanjutkan pengerokan kulit bagian luar. Pengerokan kulit bagian luar hanya sedikit saja karena bila dilakukan pengurangan terlalu banyak maka kulit yang dihasilkan akan menjadi mudah patah bila dilipat. Bila perlu, pada bagian ini hanya dihilangkan rambut-rambutnya saja dan dibersihkan dengan air. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mempermudah pengerokan rambut pada kulit, seperti merendam kulit dengan air mendidih, dan dengan menggunakan air kapur sebelum dipentangkan. Torehan pisau pada proses pengerokan hanya dilakukan satu arah dari atas ke bawah. Setelah kulit ditipiskan, sisa-sisa kerokan dibersihkan dengan air dan bagian yang dikerok dihaluskan dengan amplas. Selanjutnya, dijemur di panas sinar matahari lagi hingga kering secara merata.
Gambar 1. Proses pengerokan kulit.
Gambar 2. Kulit hewan yang telah dikerok dan dikeringkan
Setelah kering, kulit dilapisi dengan warna dasar untuk menutup pori-pori kulit agar permukaannya rata. Kemudian mulai dibentuk sketsa di permukaan kulit. Setelah itu, tepi sketsa ditatah sehingga diperoleh bentuk dasar. Tahap selanjutnya adalah memperhalus tatahan dasar dan membuat kombinasi yang indah dalam terawangan cahaya. Setelah terbentuk wayang secara kasar, maka bagian muka dan detail lainnya di bagian sketsa dalam mulai ditatah. Proses ini sangat penting karena berpengaruh pada karakter wayang yang dihasilkan. Setelah melalui tahap ini, wayang yang dihasilkan tersebut dinamakan putihan karena belum diwarnai.
Gambar 3. Proses tatah kulit.
Putihan tersebut diwarnai dengan menggunakan pewarna sintetis, yaitu cat Sandy Colour, dan menggunakan perekat rakol (lem Fox). Setelah selesai dicat dan disempurnakan, wayang kulit diberi penyangga dengan menggunakan tanduk kerbau atau bambu.
Gambar 4. Proses pewarnaan wayang kulit (Sungging)
Sisa potongan kulit yang dinamakan dengan leresan umumnya dapat digunakan sebagai bahan rambak (krupuk kulit) dan sebagai dipupuk organik.

Share this:

Pembelian kulit
Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit terdiri dari beberapa macam, yaitu kulit mentah dan kulit split. Kulit mentah adalah kulit yang langsung digunakan untuk proses pembuatan wayang kulit tanpa melalui proses kimiawi. Sedangkan kulit split adalah kulit yang sudah melalui proses kimiawi di pabrik. Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit biasanya berasal dari kulit kerbau, sapi, dan kambing. Sebagian besar kulit diperoleh dari daerah Magetan (Jawa Timur), Sukoharjo, Solo, Segoroyoso (Yogyakarta) dan Magelang.
Pengolahan kulit
Direndam dengan air selama satu hari sampai lunak. Kemudian direntangkan atau dipentangkan dengan menggunakan tali dan pigura kayu yang kuat. Selanjutnya kulit tersebut dijemur di bawah terik matahari sampai benar-benar kering. Kulit yang sudah kering segera ditipiskan dengan cara dikerok. Bagian yang dikerok adalah bagian rambut (bagian luar) dan sisa-sisa daging yang masih melekat (bagian dalam). Kulit dikerok dengan menggunakan pisau atau pethel sedikit demi sedikit secara hati-hati. Kulit bagian dalam dikerok terlebih dahulu dan lebih banyak dikurangi agar diperoleh kulit yang berkualitas. Setelah itu, baru dilanjutkan pengerokan kulit bagian luar. Pengerokan kulit bagian luar hanya sedikit saja karena bila dilakukan pengurangan terlalu banyak maka kulit yang dihasilkan akan menjadi mudah patah bila dilipat. Bila perlu, pada bagian ini hanya dihilangkan rambut-rambutnya saja dan dibersihkan dengan air. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mempermudah pengerokan rambut pada kulit, seperti merendam kulit dengan air mendidih, dan dengan menggunakan air kapur sebelum dipentangkan. Torehan pisau pada proses pengerokan hanya dilakukan satu arah dari atas ke bawah. Setelah kulit ditipiskan, sisa-sisa kerokan dibersihkan dengan air dan bagian yang dikerok dihaluskan dengan amplas. Selanjutnya, dijemur di panas sinar matahari lagi hingga kering secara merata.
Gambar 1. Proses pengerokan kulit.
Gambar 2. Kulit hewan yang telah dikerok dan dikeringkan
Setelah kering, kulit dilapisi dengan warna dasar untuk menutup pori-pori kulit agar permukaannya rata. Kemudian mulai dibentuk sketsa di permukaan kulit. Setelah itu, tepi sketsa ditatah sehingga diperoleh bentuk dasar. Tahap selanjutnya adalah memperhalus tatahan dasar dan membuat kombinasi yang indah dalam terawangan cahaya. Setelah terbentuk wayang secara kasar, maka bagian muka dan detail lainnya di bagian sketsa dalam mulai ditatah. Proses ini sangat penting karena berpengaruh pada karakter wayang yang dihasilkan. Setelah melalui tahap ini, wayang yang dihasilkan tersebut dinamakan putihan karena belum diwarnai.
Gambar 3. Proses tatah kulit.
Putihan tersebut diwarnai dengan menggunakan pewarna sintetis, yaitu cat Sandy Colour, dan menggunakan perekat rakol (lem Fox). Setelah selesai dicat dan disempurnakan, wayang kulit diberi penyangga dengan menggunakan tanduk kerbau atau bambu.
Gambar 4. Proses pewarnaan wayang kulit (Sungging)
Sisa potongan kulit yang dinamakan dengan leresan umumnya dapat digunakan sebagai bahan rambak (krupuk kulit) dan sebagai dipupuk organik.

Share this:

Pembelian kulit
Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit terdiri dari beberapa macam, yaitu kulit mentah dan kulit split. Kulit mentah adalah kulit yang langsung digunakan untuk proses pembuatan wayang kulit tanpa melalui proses kimiawi. Sedangkan kulit split adalah kulit yang sudah melalui proses kimiawi di pabrik. Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit biasanya berasal dari kulit kerbau, sapi, dan kambing. Sebagian besar kulit diperoleh dari daerah Magetan (Jawa Timur), Sukoharjo, Solo, Segoroyoso (Yogyakarta) dan Magelang.
Pengolahan kulit
Direndam dengan air selama satu hari sampai lunak. Kemudian direntangkan atau dipentangkan dengan menggunakan tali dan pigura kayu yang kuat. Selanjutnya kulit tersebut dijemur di bawah terik matahari sampai benar-benar kering. Kulit yang sudah kering segera ditipiskan dengan cara dikerok. Bagian yang dikerok adalah bagian rambut (bagian luar) dan sisa-sisa daging yang masih melekat (bagian dalam). Kulit dikerok dengan menggunakan pisau atau pethel sedikit demi sedikit secara hati-hati. Kulit bagian dalam dikerok terlebih dahulu dan lebih banyak dikurangi agar diperoleh kulit yang berkualitas. Setelah itu, baru dilanjutkan pengerokan kulit bagian luar. Pengerokan kulit bagian luar hanya sedikit saja karena bila dilakukan pengurangan terlalu banyak maka kulit yang dihasilkan akan menjadi mudah patah bila dilipat. Bila perlu, pada bagian ini hanya dihilangkan rambut-rambutnya saja dan dibersihkan dengan air. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mempermudah pengerokan rambut pada kulit, seperti merendam kulit dengan air mendidih, dan dengan menggunakan air kapur sebelum dipentangkan. Torehan pisau pada proses pengerokan hanya dilakukan satu arah dari atas ke bawah. Setelah kulit ditipiskan, sisa-sisa kerokan dibersihkan dengan air dan bagian yang dikerok dihaluskan dengan amplas. Selanjutnya, dijemur di panas sinar matahari lagi hingga kering secara merata.
Gambar 1. Proses pengerokan kulit.
Gambar 2. Kulit hewan yang telah dikerok dan dikeringkan
Setelah kering, kulit dilapisi dengan warna dasar untuk menutup pori-pori kulit agar permukaannya rata. Kemudian mulai dibentuk sketsa di permukaan kulit. Setelah itu, tepi sketsa ditatah sehingga diperoleh bentuk dasar. Tahap selanjutnya adalah memperhalus tatahan dasar dan membuat kombinasi yang indah dalam terawangan cahaya. Setelah terbentuk wayang secara kasar, maka bagian muka dan detail lainnya di bagian sketsa dalam mulai ditatah. Proses ini sangat penting karena berpengaruh pada karakter wayang yang dihasilkan. Setelah melalui tahap ini, wayang yang dihasilkan tersebut dinamakan putihan karena belum diwarnai.
Gambar 3. Proses tatah kulit.
Putihan tersebut diwarnai dengan menggunakan pewarna sintetis, yaitu cat Sandy Colour, dan menggunakan perekat rakol (lem Fox). Setelah selesai dicat dan disempurnakan, wayang kulit diberi penyangga dengan menggunakan tanduk kerbau atau bambu.
Gambar 4. Proses pewarnaan wayang kulit (Sungging)
Sisa potongan kulit yang dinamakan dengan leresan umumnya dapat digunakan sebagai bahan rambak (krupuk kulit) dan sebagai dipupuk organik.

Share this:

Pembelian kulit
Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit terdiri dari beberapa macam, yaitu kulit mentah dan kulit split. Kulit mentah adalah kulit yang langsung digunakan untuk proses pembuatan wayang kulit tanpa melalui proses kimiawi. Sedangkan kulit split adalah kulit yang sudah melalui proses kimiawi di pabrik. Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit biasanya berasal dari kulit kerbau, sapi, dan kambing. Sebagian besar kulit diperoleh dari daerah Magetan (Jawa Timur), Sukoharjo, Solo, Segoroyoso (Yogyakarta) dan Magelang.
Pengolahan kulit
Direndam dengan air selama satu hari sampai lunak. Kemudian direntangkan atau dipentangkan dengan menggunakan tali dan pigura kayu yang kuat. Selanjutnya kulit tersebut dijemur di bawah terik matahari sampai benar-benar kering. Kulit yang sudah kering segera ditipiskan dengan cara dikerok. Bagian yang dikerok adalah bagian rambut (bagian luar) dan sisa-sisa daging yang masih melekat (bagian dalam). Kulit dikerok dengan menggunakan pisau atau pethel sedikit demi sedikit secara hati-hati. Kulit bagian dalam dikerok terlebih dahulu dan lebih banyak dikurangi agar diperoleh kulit yang berkualitas. Setelah itu, baru dilanjutkan pengerokan kulit bagian luar. Pengerokan kulit bagian luar hanya sedikit saja karena bila dilakukan pengurangan terlalu banyak maka kulit yang dihasilkan akan menjadi mudah patah bila dilipat. Bila perlu, pada bagian ini hanya dihilangkan rambut-rambutnya saja dan dibersihkan dengan air. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mempermudah pengerokan rambut pada kulit, seperti merendam kulit dengan air mendidih, dan dengan menggunakan air kapur sebelum dipentangkan. Torehan pisau pada proses pengerokan hanya dilakukan satu arah dari atas ke bawah. Setelah kulit ditipiskan, sisa-sisa kerokan dibersihkan dengan air dan bagian yang dikerok dihaluskan dengan amplas. Selanjutnya, dijemur di panas sinar matahari lagi hingga kering secara merata.
Gambar 1. Proses pengerokan kulit.
Gambar 2. Kulit hewan yang telah dikerok dan dikeringkan
Setelah kering, kulit dilapisi dengan warna dasar untuk menutup pori-pori kulit agar permukaannya rata. Kemudian mulai dibentuk sketsa di permukaan kulit. Setelah itu, tepi sketsa ditatah sehingga diperoleh bentuk dasar. Tahap selanjutnya adalah memperhalus tatahan dasar dan membuat kombinasi yang indah dalam terawangan cahaya. Setelah terbentuk wayang secara kasar, maka bagian muka dan detail lainnya di bagian sketsa dalam mulai ditatah. Proses ini sangat penting karena berpengaruh pada karakter wayang yang dihasilkan. Setelah melalui tahap ini, wayang yang dihasilkan tersebut dinamakan putihan karena belum diwarnai.
Gambar 3. Proses tatah kulit.
Putihan tersebut diwarnai dengan menggunakan pewarna sintetis, yaitu cat Sandy Colour, dan menggunakan perekat rakol (lem Fox). Setelah selesai dicat dan disempurnakan, wayang kulit diberi penyangga dengan menggunakan tanduk kerbau atau bambu.
Gambar 4. Proses pewarnaan wayang kulit (Sungging)
Sisa potongan kulit yang dinamakan dengan leresan umumnya dapat digunakan sebagai bahan rambak (krupuk kulit) dan sebagai dipupuk organik.

Share this:

Pembelian kulit
Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit terdiri dari beberapa macam, yaitu kulit mentah dan kulit split. Kulit mentah adalah kulit yang langsung digunakan untuk proses pembuatan wayang kulit tanpa melalui proses kimiawi. Sedangkan kulit split adalah kulit yang sudah melalui proses kimiawi di pabrik. Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit biasanya berasal dari kulit kerbau, sapi, dan kambing. Sebagian besar kulit diperoleh dari daerah Magetan (Jawa Timur), Sukoharjo, Solo, Segoroyoso (Yogyakarta) dan Magelang.
Pengolahan kulit
Direndam dengan air selama satu hari sampai lunak. Kemudian direntangkan atau dipentangkan dengan menggunakan tali dan pigura kayu yang kuat. Selanjutnya kulit tersebut dijemur di bawah terik matahari sampai benar-benar kering. Kulit yang sudah kering segera ditipiskan dengan cara dikerok. Bagian yang dikerok adalah bagian rambut (bagian luar) dan sisa-sisa daging yang masih melekat (bagian dalam). Kulit dikerok dengan menggunakan pisau atau pethel sedikit demi sedikit secara hati-hati. Kulit bagian dalam dikerok terlebih dahulu dan lebih banyak dikurangi agar diperoleh kulit yang berkualitas. Setelah itu, baru dilanjutkan pengerokan kulit bagian luar. Pengerokan kulit bagian luar hanya sedikit saja karena bila dilakukan pengurangan terlalu banyak maka kulit yang dihasilkan akan menjadi mudah patah bila dilipat. Bila perlu, pada bagian ini hanya dihilangkan rambut-rambutnya saja dan dibersihkan dengan air. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mempermudah pengerokan rambut pada kulit, seperti merendam kulit dengan air mendidih, dan dengan menggunakan air kapur sebelum dipentangkan. Torehan pisau pada proses pengerokan hanya dilakukan satu arah dari atas ke bawah. Setelah kulit ditipiskan, sisa-sisa kerokan dibersihkan dengan air dan bagian yang dikerok dihaluskan dengan amplas. Selanjutnya, dijemur di panas sinar matahari lagi hingga kering secara merata.
Gambar 1. Proses pengerokan kulit.
Gambar 2. Kulit hewan yang telah dikerok dan dikeringkan
Setelah kering, kulit dilapisi dengan warna dasar untuk menutup pori-pori kulit agar permukaannya rata. Kemudian mulai dibentuk sketsa di permukaan kulit. Setelah itu, tepi sketsa ditatah sehingga diperoleh bentuk dasar. Tahap selanjutnya adalah memperhalus tatahan dasar dan membuat kombinasi yang indah dalam terawangan cahaya. Setelah terbentuk wayang secara kasar, maka bagian muka dan detail lainnya di bagian sketsa dalam mulai ditatah. Proses ini sangat penting karena berpengaruh pada karakter wayang yang dihasilkan. Setelah melalui tahap ini, wayang yang dihasilkan tersebut dinamakan putihan karena belum diwarnai.
Gambar 3. Proses tatah kulit.
Putihan tersebut diwarnai dengan menggunakan pewarna sintetis, yaitu cat Sandy Colour, dan menggunakan perekat rakol (lem Fox). Setelah selesai dicat dan disempurnakan, wayang kulit diberi penyangga dengan menggunakan tanduk kerbau atau bambu.
Gambar 4. Proses pewarnaan wayang kulit (Sungging)
Sisa potongan kulit yang dinamakan dengan leresan umumnya dapat digunakan sebagai bahan rambak (krupuk kulit) dan sebagai dipupuk organik.

Share this:

Kehalusan serta ketinggian kesenian kerja tangan tertera pada watak-watak wayang kulit. Ciri pembuatannya melambangkan ketelitian serta ketinggian kesenian pembuatannya. Watak -watak atau patung-patung wayamg kulit biasanya diperbuat daripada kulit lembu. Nilai dan mutu kulit lenbu hendaklah memenuhi spesifikasi dan kriteria tukang-tukang wayang kulit. Kulit lembu betina menjadi pilihan berbanding dengan kulit lembu jantan, kerana ia lebih besar dan lembut. Kulit - kulit ini boleh didapati dengan membeli daripada penjual daging tempatan atau di tempat penyembelihan. Patung wayang yang dibuat dari kulit lebih tahan lama dan tahan melebihi 100 tahun jika dirawat dengan baik. Menurutt paham zaman dahulu yang masih dipegang kuat oleh pembuat patung, setiap patung wayang kulit mestilah dibuat dari kulit dan bukan dari kayu atau lain-lain. Masih ada yang percaya bahwa, jika dibiarkan anak-anak atau siapa saja bermain dengan wayang kulit dan menganti patung wayang sebenarnya dengan wayang kayu. Dapat menghalangi anak anak tersebut dari penyakit karena patung wayang kulit dipercayai mempunyai penjaganya sendiri. 1. Bagi kulit-kulit yang telah dipilih, kerja awal yang perlu dilakukan ialah mengeluarkan lebihan daging dan lemak yang melekat pada bidang bersegi empat, yang dibuat dari kayu atau batang buluh. Kerja-kerja pemilihan kulit ini untuk memudahkan lebihan daging dan lemak melekat dikikis dengan "pisau raut"atau dikenali dengan nama "pisau wali" ketelitian menjadi sifat utama kerja pengikisan untuk menghindari kulit menjadi mudah terkoyak, juga untuk memastikan kulit itu benar-benar bersih. 2. Kulit yang sudah dibersihkan dijemur sehingga kering selama dua atau tiga dari, tergantung pada keadaan cuaca. Kulit tersebut biasanya dijemur agak jauh dari rumah untuk menhindari bau busuk. Setelah kulit cukup kering, pengikisan dilakukan dengan pisau raut. 3. Setelah dikikis dan bersih dari bulu, kulit tersebut dibasuh dan dijemur untuk yang kedua kali. Setelah kulit yang dijemur itu kering, tukang wayang akan memulai melakar patung-patung wayang yang hendak dibuat. 4. Biasanya lakaran watak-watak wayang dibuat di atas kertas putih tipis.Walaupun watak-watak wayang diasaskan kepada watak-watak wayang kulit Melayu purba, kemahiran dan kreativitas amatlah perlu untuk membuat watak wayang kulit yang halus dan menarik. 5. Penjenisan corak dan motif perlu disusun dengan teratur dan sesuai dengan watak wayang yang dibuat. Biasanya watak wayang kulit Melayu berukuran ±71 sentimater panjang dan lebarnya tidak lebih dari 30 sentimeter. Lakaran pada kertas yang telah disediakan itu seterusnya akan digunting atau dipotong mengikut profil. Tukang wayang kemudian menempelkan lakaran tersebut pada kulit dengan menggunakan lem. biasanya lem yang digunakan dibuat dari kanji atau lem yang dapat larut dalam air. 6. Kertas lakaran yang dilekatkan pada kulit kemudian dipahat mengikuti lakaran. Setelah selesai memahat, kertas lakaran putih yang masih melekat pada kulit dilepas atau dicuci. untuk dalang mereka menggunakan berus tembaga halus dan air untuk menggosok dan membersihkan kertas yang melekat pada kulit. 7. Kulit yang telah dicuci dibiarkan mengering. Watak-watak wayang itu seterusnya akan diperkuat dengan sebilah bambu. bambu yang diraut membentuk bulat leper serta runcing dibagian pangkalnya diikat tegak di tengah-tengah patung wayang. Bambu ini sebagai "tulang" kepada patung-patung wayang tersebut. Tulang pemacak ini akan dibelah dua dari ujung hingga kira-kira 30.5 sentimeter dari pangkalnya. Seterusnya patung wayang itu diapit di antara belahan tersebut lalu diikat dengan benang pada jarak kira-kira 5 sentimeter. 8. Selain bambu yang dapat dijadikan tulang untuk patung-patung wayang, kayu serta tanduk kerbau juga dapat digunakan. karena kayu dan tanduk kerbau sulit didapat dan sulit dibentuk, maka bambu berduri menjadi pilihan utama pengrajin wayang. Selain mudah di peroleh bambu berduri juga tahan lama serta ringan. Warna juga memainkan peranan penting pada bentuk wayang kulit. Ia dapat menberikan perbedaan antara watak-watak yang lembut dan watak-watak yang garang.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Kehalusan serta ketinggian kesenian kerja tangan tertera pada watak-watak wayang kulit. Ciri pembuatannya melambangkan ketelitian serta ketinggian kesenian pembuatannya. Watak -watak atau patung-patung wayamg kulit biasanya diperbuat daripada kulit lembu. Nilai dan mutu kulit lenbu hendaklah memenuhi spesifikasi dan kriteria tukang-tukang wayang kulit. Kulit lembu betina menjadi pilihan berbanding dengan kulit lembu jantan, kerana ia lebih besar dan lembut. Kulit - kulit ini boleh didapati dengan membeli daripada penjual daging tempatan atau di tempat penyembelihan. Patung wayang yang dibuat dari kulit lebih tahan lama dan tahan melebihi 100 tahun jika dirawat dengan baik. Menurutt paham zaman dahulu yang masih dipegang kuat oleh pembuat patung, setiap patung wayang kulit mestilah dibuat dari kulit dan bukan dari kayu atau lain-lain. Masih ada yang percaya bahwa, jika dibiarkan anak-anak atau siapa saja bermain dengan wayang kulit dan menganti patung wayang sebenarnya dengan wayang kayu. Dapat menghalangi anak anak tersebut dari penyakit karena patung wayang kulit dipercayai mempunyai penjaganya sendiri. 1. Bagi kulit-kulit yang telah dipilih, kerja awal yang perlu dilakukan ialah mengeluarkan lebihan daging dan lemak yang melekat pada bidang bersegi empat, yang dibuat dari kayu atau batang buluh. Kerja-kerja pemilihan kulit ini untuk memudahkan lebihan daging dan lemak melekat dikikis dengan "pisau raut"atau dikenali dengan nama "pisau wali" ketelitian menjadi sifat utama kerja pengikisan untuk menghindari kulit menjadi mudah terkoyak, juga untuk memastikan kulit itu benar-benar bersih. 2. Kulit yang sudah dibersihkan dijemur sehingga kering selama dua atau tiga dari, tergantung pada keadaan cuaca. Kulit tersebut biasanya dijemur agak jauh dari rumah untuk menhindari bau busuk. Setelah kulit cukup kering, pengikisan dilakukan dengan pisau raut. 3. Setelah dikikis dan bersih dari bulu, kulit tersebut dibasuh dan dijemur untuk yang kedua kali. Setelah kulit yang dijemur itu kering, tukang wayang akan memulai melakar patung-patung wayang yang hendak dibuat. 4. Biasanya lakaran watak-watak wayang dibuat di atas kertas putih tipis.Walaupun watak-watak wayang diasaskan kepada watak-watak wayang kulit Melayu purba, kemahiran dan kreativitas amatlah perlu untuk membuat watak wayang kulit yang halus dan menarik. 5. Penjenisan corak dan motif perlu disusun dengan teratur dan sesuai dengan watak wayang yang dibuat. Biasanya watak wayang kulit Melayu berukuran ±71 sentimater panjang dan lebarnya tidak lebih dari 30 sentimeter. Lakaran pada kertas yang telah disediakan itu seterusnya akan digunting atau dipotong mengikut profil. Tukang wayang kemudian menempelkan lakaran tersebut pada kulit dengan menggunakan lem. biasanya lem yang digunakan dibuat dari kanji atau lem yang dapat larut dalam air. 6. Kertas lakaran yang dilekatkan pada kulit kemudian dipahat mengikuti lakaran. Setelah selesai memahat, kertas lakaran putih yang masih melekat pada kulit dilepas atau dicuci. untuk dalang mereka menggunakan berus tembaga halus dan air untuk menggosok dan membersihkan kertas yang melekat pada kulit. 7. Kulit yang telah dicuci dibiarkan mengering. Watak-watak wayang itu seterusnya akan diperkuat dengan sebilah bambu. bambu yang diraut membentuk bulat leper serta runcing dibagian pangkalnya diikat tegak di tengah-tengah patung wayang. Bambu ini sebagai "tulang" kepada patung-patung wayang tersebut. Tulang pemacak ini akan dibelah dua dari ujung hingga kira-kira 30.5 sentimeter dari pangkalnya. Seterusnya patung wayang itu diapit di antara belahan tersebut lalu diikat dengan benang pada jarak kira-kira 5 sentimeter. 8. Selain bambu yang dapat dijadikan tulang untuk patung-patung wayang, kayu serta tanduk kerbau juga dapat digunakan. karena kayu dan tanduk kerbau sulit didapat dan sulit dibentuk, maka bambu berduri menjadi pilihan utama pengrajin wayang. Selain mudah di peroleh bambu berduri juga tahan lama serta ringan. Warna juga memainkan peranan penting pada bentuk wayang kulit. Ia dapat menberikan perbedaan antara watak-watak yang lembut dan watak-watak

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

macam macam wayang jawa

1. Wayang beber
Wayang beber merupakan salah satu jenis wayang tertua di Indonesia. Dalam pertunjukan narasi ini, lembaran gambar panjang dijelaskan oleh seorang dalang. Wayang beber tertua dapat ditemukan di Pacitan, Donorojo, Jawa Timur. Selain dari kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana, wayang beber juga menggunakan kisah-kisah dari cerita rakyat, seperti kisah asmara Panji Asmoro Bangun dan Dewi Sekartaji.



2. Wayang kulit
Di Jawa Tengah dan Timur, jenis wayang yang paling populer adalah wayang kulit atau  wayang kulit purwa. Wayang ini berbentuk pipih dan terbuat dari kulit kerbau atau kambing. Lengan dan kakinya bisa digerakkan. Di Bali dan Jawa, pertunjukan wayang kulit sering kali menggabungkan cerita-cerita Hindu dengan Budha dan Islam. Selain kisah-kisah religius, cerita-cerita rakyat serta mitos sering digunakan.


3. Wayang Klitik (atau Karucil)
Bentuk wayang ini mirip dengan wayang kulit, namun terbuat dari kayu, bukan kulit. Mereka juga menggunakan bayangan dalam pertunjukannya. Kata “klitik” berasal dari suara kayu yang bersentuhan di saat wayang digerakkan atau saat adegan perkelahian, misalnya. Kisah-kisah yang digunakan dalam drama wayang ini berasal dari kerajaan-kerajaan Jawa Timur, seperti Kerajaan Jenggala , Kediri, dan Majapahit. Cerita yang paling populer adalah tentang Damarwulan. Cerita ini dipenuhi dengan kisah perseturan asmara dan sangat digemari oleh publik.
5 Jenis Wayang Indonesia Belindomag wayang klitik

4. Wayang golek
Pertunjukan ini dilakukan menggunakan wayang tiga dimensi yang terbuat dari kayu. Jenis wayang ini paling populer di Jawa Barat. Ada 2 macam wayang golek, yaitu wayang golek papak cepak dan wayang golek purwa. Wayang golek yang banyak dikenal orang adalah wayang golek purwa. Kisah-kisah yang digunakan sering mengacu pada tradisi Jawa dan Islam, seperti kisah Pangeran Panji, Darmawulan, dan Amir Hamzah, pamannya Nabi Muhammad a.s.

5 Jenis Wayang Indonesia Belindomag wayang golek


5. Wayang wong
Jenis wayang ini adalah sebuah drama tari yang menggunakan manusia untuk memerankan tokoh-tokoh yang didasarkan pada kisah-kisah wayang tradisional. Cerita yang sering digunakan adalah  Smaradahana. Awalnya, wayang wong dipertunjukkan sebagai hiburan para bangsawan, namun kini menyebar menjadi bentuk kesenian populer.
5 Jenis Wayang Indonesia Belindomag wayang wong